Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Kitabullah: Tentang Syir’atan wa Minhaajan

Artikel

(Ad-Dirasah Ad-Dalaliyah Al-Qur’aniyyah)QS. Al-Maidah 43-50 Oleh: Raka Fadel Devarsa Pahlawan Al-Qur’an merupakan mukjizat bagi Rasulullah SAW yang diturunkan secara sekaligus dari sisi Allah SWT, dari Lauh Mahfudz kepada para malaikat yang mulia, mereka itulah para penulis di langit dunia, kemudian oleh mereka disampaikan kepada Jibril secara bertahap dalam waktu dua puluh malam, kemudian disampaikannya kepada […]

(Ad-Dirasah Ad-Dalaliyah Al-Qur’aniyyah)
QS. Al-Maidah 43-50

Oleh: Raka Fadel Devarsa Pahlawan

Al-Qur’an merupakan mukjizat bagi Rasulullah SAW yang diturunkan secara sekaligus dari sisi Allah SWT, dari Lauh Mahfudz kepada para malaikat yang mulia, mereka itulah para penulis di langit dunia, kemudian oleh mereka disampaikan kepada Jibril secara bertahap dalam waktu dua puluh malam, kemudian disampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW secara bertahap pula selama dua puluh tahun.[1]

          Allah SWT menurunkan Al-Qur’an secara berangsur kepada Nabi Muhammad SAW aagar ia mudah menghafal, karena Nabi SAW adalah ummi, tidak membaca dan menulis. Ini berbeda dengan nabi-nabi lainnya, karena mereka dapat menulis dan membaca maka mudah bagi mereka untuk menghafal semuanya. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk memperkuat hati Nabi SAW. Wahyu dari Allah SWT apabila selalu baru dalam setiap peristiwa maka akan lebih kokoh dan kuat dalam hati dan lebih kuat pula untuk memberi  pertolongan dan perhatian pada Nabi yang Al-Qur’an itu diturunkan kepadanya.[2]

          Termasuk kemuliaan yang diberikan Allah SWT untuk umat ini adalah bahwa Allah SWT telah menyamakan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa AS dari sisi menurunkan kitab-Nya secara langsung sekaligus dan membedakan dengan Nabi Muhammad SAW dari sisi diturunkannya. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap agar ia mudah menghafalnya.[3]

          Secara global, Allah memberi nama kitabNya dengan sebutan “Qur’aanan”. Abu Al-Ma’ali Uzaizi bin Abdul Malik yang terkenal dengan Syaidzallah di dalam kitabnya Al-Burhan mengatakan, “ketahuilah bahwa Allah SWT telah memberi nama kitabNya, Al-Qur’an dengan 55 buah nama[4] yang dihimpun dari kalamullah itu sendiri.

          Kitabullah diturunkan tidak lain merupakan sebuah pedoman hidup yang disampaikan melalui wasilah para nabi dalam menuntun para pembacanya untuk mengetahui bagaimana orientasi hidupnya. Kitab yang berisi ilmu pengetahuan, petunjuk hidup, hukum Allah, dan lain sebagainya diajarkan kepada setiap umat dengan petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT.

          Di antara ayat-ayat yang menjelaskan tentang kitabullah secara terperinci, penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan tadabbur ayat melalui analisis derivasi kata serta konteks yang termaktub dalam QS Al-Maidah 43-50, dalam ayat-ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan keagungannya ketika menurunkan tiga jenis kitab bersamaan dengan isi dan fungsinya.

Pembahasan Pertama

Terdapat korelasi antara proses diturunkannya setiap kitab dengan fungsi utamanya. Ialah Kitab Taurat yang diturunkan pada (hari) ke-6 dari Ramadhan, kemudian Injil yang diturunkan pada (hari) ke-13 dari Ramadhan, dan Al-Qur’an yang diturunkan pada (hari) ke-24 dari Ramadhan.[5]

Kitab Taurat untuk Nabi Musa A.S.

إِنَّا أَنزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُواْ لِلَّذِينَ هَادُواْ وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ وَكَانُواْ عَلَيْهِ شُهَدَاء فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ(44)

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Surat Al-Ma’idah Ayat 44)

Kitab Injil untuk Nabi Isa A.S.

وَقَفَّيْنَا عَلَى آثَارِهِم بِعَيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَآتَيْنَاهُ الإِنجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِينَ (46) وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الإِنجِيلِ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فِيهِ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (47)

Artinya: “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.(46) Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (Surat Al-Ma’idah Ayat 46-47)

Kitab Al-Qur’an untuk Nabi Muhammad SAW

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (48)

Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (Surat Al-Ma’idah Ayat 48)

Dalam pembahasan pertama ditemukan bahwa setiap Allah menurunkan kitabNya kepada para nabi, datang setelah ayat penurunan kitab tersebut kata kerja hakama yahkkumu dalam beberapa derivasi kata berbeda: yahkumu, wal yahkum dan uhkum. sedikitnya ada 14 kata di halaman 115 sampai dengan 116 Surat al-Maidah yang menerangkan tentang kalimat hukum di atas.

Ali Fahmi an-Nuzhi dalam kitabnya Al-Furuq Al-Lughawwiyah fi Tafsir Al-Kalimat Al-Qur’aniyyah, menyebutkan bahwa Al hukum memiliki al-‘ilm wa al fiqh. yang artinya ilmu pengetahuan dan pemahaman yang tepat juga terukur. di pembahasan lainnya ada penambahan kata yang bermakna al qadhaa bil adli yang berarti keputusan yang adil.[6] maka tugas para pemeluk agama termasuk nabi yang menerima wahyu tersebut adalah gunakan kitab (Taurat, Injil, dan Al-Qur’an) sebagai pedoman dalam memutuskan suatu perkara dalam arti khusus, sedangkan dalam arti umum materi ilmu pengetahuan yang penuh dengan hikmah berperilaku di berbagai jenis kegiatan.

Kitab yang berisi petunjuk dan cahaya itu merupakan implementasi dari keagungan hukum Allah yang diberikan kepada seluruh umat manusia. Kitab yang diturunkan kepada setiap nabi tidak berselisih di antara satu dengan yang lainnya (taarudh), namun membenarkan (mushaddiq). ini karena semua berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Adapun Al-kitab atau Al-Qur’an, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam merupakan petunjuk yang paling sempurna dan terjaga (muhaiminan alaihi) sedikitnya ada 3 penafsiran terkait kata muhaiminan alaihi, Ibnu Abbas berarti terjaga (aaminan), menurut Qatadah artinya saksi (Syahidan), sedangkan yang ketiga memiliki arti terjaga atasnya (haafidzan alaihi).[7]

Pembahasan Kedua

Akibat bagi yang tidak menggunakan syariat Allah dalam menjalankan hidupnya.

(44)   وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

(45) وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

(47) وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Terdapat sejumlah perbedaan penafsiran menurut Al Mawardi dalam bukunya An-Nukat wa Al-Uyun Tafsir Al-Mawardhi, sedikitnya terdapat empat penafsiran tentang siapa yang dimaksud dalam ketiga ayat berikut.[8]

  1. Ayat tersebut ditujukan khusus untuk orang yahudi, muslim tidak masuk dalam golongan ini, pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Mas’ud, Hudzaifah, Al-Barra’, dan Ikrimah
  2. Ayat ini diturunkan kepada Ahli Kitab, namun ditujukan untuk seluruh umat manusia secara umum, hal ini disampaikan oleh Al-Hasan dan Ibrahim
  3. Yang disebut sebagai kafirin adalah umat Islam, dzalimiin ialah orang yahudi, sedangkan faasiqin adalah orang Nasrani, ini pendapat As-Sya’bi.
  4. Yang mengingkari kewajiban untuk berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah sungguh dia telah kafir. Sedangkan yang mengakui kewajiban untuk berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah namun dia tidak berhukum dengannya maka dia adalah seorang zalim fasik, ini pendapat Ibnu Abbas.

Ath-Thabari sepakat dengan perkataan bahwa ayat tersebut ditujukan untuk ahli kitab, konteks ayat-ayat di atas ditulis dengan kaidah umum yang menunjukkan kepada seluruh manusia yang tidak berpedoman kepada syariat Allah. itu artinya umat muslim secara secara keseluruhan berpeluang untuk masuk ke dalam golongan tersebut.[9]

Dalam kaidah pelajaran nahwu, khususnya dalam pembahasan asma syarat, ditemukan dua jenis kaidah dasar yang terdiri dari ism syarth dan jawab syarth.  maka ayat di atas pun terdapat 2 kaidah tersebut.  siapapun berpeluang untuk masuk ke dalam golongan di atas (Kafirun, Dzhalimun, dan Fasikun). naudzubillah min dzalik.  dikatakan golongan tersebut ketika salah satu indikasinya terpenuhi tidak lain yaitu orang yang tidak menggunakan syariat Allah sebagai pedoman hidupnya. Allahu A’lam Bishawab.

Pembahasan Ketiga

Aturan dan pedoman dalam menjalankan Syariat Allah, ketika Allah menurunkan kitabnya kepada para nabi saringan dengan hal tersebut Allah juga memberikan aturan (syariat) serta panduan dalam melaksanakannya (sunnah). maka orientasi penciptaan manusia dan jin untuk beribadah kepada allah tidaklah dikatakan sulit, diciptakannya manusia sebagai khalifah di bumi juga akan berjalan sempurna apabila semua umat manusia berpegang teguh kepada ayat-ayat Allah.

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا

Artinya: “Kami berikan aturan dan jalan yang terang” (Surat Al-Ma’idah Ayat 48)

Surat al-Maidah ayat 48 menjelaskan bahwa setiap Ahlul kitab diberikan syir’atan dan juga minhaajan di kitab nya masing-masing. dalam buku al-furuq al-lughawiyyah  terdapat beberapa makna dari 2 kata di atas:  pertama kata syir’atan  artinya ad-din (agama), sedangkan minhaj artinya ath-thariq (jalan), Muhammad Ibnu Yazid berkata bahwa syir’atan artinya permulaan jalan, sedangkan minhajan berarti jalan yang lurus. Ibnu Abbas RA. juga berpendapat bahwa syir’atan wa minhajan  memiliki arti yang sama dengan sabiilan wa sunnatan (jalan dan pedoman). Al-Hasan, Mujahid, dan Qatadah sepakat dengan perkataan tersebut.[10]

Al Mawardhi dalam tafsirnya An-Nukat wa Al-Uyun Tafsir Al-Mawardhi mengatakan bahwa syir’atan artinya syariat yang memiliki makna ath-thariqah adzhahirah[11] (cara/metode yang bersifat muncul, nampak, jelas) hal ini selaras dengan pendapat Ali Fahmi An-Nuzhi bahwa syir’ah/syari’ah merupakan segala sesuatu yang berada di dalam ruang lingkup Allah yang disyariatkan untuk seluruh hambanya dalam mengerjakan pekerjaan baik seperti: puasa, shalat, haji, zakat, dsb.[12]

Maqotil bin Sulaiman menjelaskan bahwasanya syariat di setiap kitab terdapat perbedaan sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Allah SWT, seperti contoh dasar yakni hukuman bagi pezina yang sudah melakukan hubungan badan di luar pernikahan atau orang yang sudah menikah kemudian melakukan hubungan badan bersama orang lain (bukan pasangan halalnya).[13]

KitabSyariat
InjilHukuman rajam bagi laki-laki maupun perempuan yang sudah menikah
TauratDicambuk tanpa dirajam
Al-Qur’anJika belum menikah dicambuk, jika sudah menikah maka dirajam

Maka melalui tiga pembahasan di atas, Surat tugas pokok untuk senantiasa berpegang teguh kepada hukum-hukum Allah yang terdapat dalam Al-Kutub As-Samawiyyah masing-masing pemeluk. Adapun umat Islam berkewajiban Untuk membentengi imannya terhadap Kitab Samawi sebelum Al-Qur’an dengan memahami konsep wahdatul masdar atau satu sumber yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.[14]

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Artinya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Surat Al-Ma’idah Ayat 50)

Daftar Pustaka

Al-Mawardhi. An-Nukat wa Al-Uyun Tafsir Al-Mawardhi. Beirut.

An-Nuzhi, Ali Fahmi. Al-Furuq Al-Lughawwiyah fi Tafsir Al-Kalimat Al-
        Qur’aniyyah. Mesir. 2017

Darwajah, Muhammad Izzah. At-Tafsir Al-Hadits – Tartib As-Suwar hasba An- 
         Nuzul. 2000

Sulaiman, Maqotil. Tafsir Maqotil bin Sulaiman. Beirut. 2002

Suyuthi, Imam. Al Itqan fi ‘Uluumi Al-Qur’an. Solo. 2008


[1] Imam Suyuthi, Al Itqan fi ‘Uluumi Al-Qur’an, (Solo: Indiva, 2008), h. 182

[2]  Ibid, h. 185

[3]  Ibid, h. 183

[4]  Ibid, h. 215

[5]  Ibid, h. 184

[6] Ali Fahmi An-Nuzhi, Al-Furuq Al-Lughawwiyah fi Tafsir Al-Kalimat Al-Qur’aniyyah, (Mesir: Ad Darul ‘Alamiyyah Lin-Nasyr Wa Tauzi’, 2017), h. 415-416

[7] Al-Mawardhi, An-Nukat wa Al-Uyun Tafsir Al-Mawardhi, (Beirut: Daar El Kutub Al-Ilmiyyah) J.2. h. 45

[8] Ibid, h. 43

[9] Muhammad Izzah Darwajah, At-Tafsir Al-Hadits “Tartib As-Suwar hasba An-Nuzul”. (Darul Gharbi Al-Islamy, 2000), h.135

[10] Ali Fahmi An-Nuzhi, Al-Furuq Al-Lughawwiyah fi Tafsir Al-Kalimat Al-Qur’aniyyah, (Mesir: Ad Darul ‘Alamiyyah Lin-Nasyr Wa Tauzi’, 2017), h. 601

[11] Al-Mawardhi, An-Nukat wa Al-Uyun Tafsir Al-Mawardhi, (Beirut: Daar El Kutub Al-Ilmiyyah) J.2. h. 45

[12] Ali Fahmi An-Nuzhi, Al-Furuq Al-Lughawwiyah fi Tafsir Al-Kalimat Al-Qur’aniyyah, (Mesir: Ad Darul ‘Alamiyyah Lin-Nasyr Wa Tauzi’, 2017), h. 601

[13] Maqotil Bin Sulaiman, Tafsir Maqotil bin Sulaiman, (Beirut: Daar El Kutub Al ‘Ilmiyyah, 2002), J.1, h. 482

[14] Muhammad Izzah Darwajah, At-Tafsir Al-Hadits “Tartib As-Suwar hasba An-Nuzul”. (Darul Gharbi Al-Islamy, 2000), h.150

Pondok Modern Ayatuna bercita-cita mewujudkan masyarakat yang rabbani dengan membina kader-kader pemimpin dan mendidik generasi khairu ummah. .”Pimpinan PM Ayatuna

Tags :

Ilmu Tafsir, Kajian, Quran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

PM Ayatuna

Pondok Modern Ayatuna bercita-cita mewujudkan masyarakat yang rabbani dengan membina kader-kader pemimpin dan mendidik generasi khairu ummah.

Follow Us